Jumat, 09 Mei 2014

Fiqih Muamalah



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Makalah
Islam adalah agama yang kompleks dan dinamis, segala hal semuanya sudah diatur sedemikian rupa salah satu aturan dalam islam tersebut termaktub dalam ilmu fiqih muamalah. Didalamnya mencakup seluruh sisi kehidupan individu dan masyarakat, baik perekonomian, sosial kemasyarakatan, politikbernegara, serta lainnya.
Para ulama mujtahid dari kalangan para sahabat, tabi’in, dan yang setelah mereka tidak henti-hentinya mempelajari semua yang dihadapi kehidupan manusia dari fenomena dan permasalahan tersebut di atas dasar ushul syariat dan kaidah-kaidahnya. Yang bertujuan untuk menjelaskan dan menjawab hukum-hukum permasalahan tersebut supaya dapat dimanfaatkan pada masamasanya dan setelahnya, ketika lemahnya negara islam dan kaum muslimin dalam seluruh urusannya, termasuk juga masalah fiqih seperti sekarang ini.
Dikerenakan luasnya bahasan mengenai fiqih muamalah ini, maka perlu kiranya kami membatasi masalah yang akan kami sampaikan nantinya, secara garis besar batasan masalah kelompok kami seputar defenisi, pembagian, ruang lingkup, sumber dan prinsip-prinsip hukum fiqih serta kaidah-kaidah fiqih muamalah.

B.     Rumusan Masalah
A.     Pengertian Fiqih Muamalah
B.     Ruang Lingkup Fiqih Muamalah
C.     Pembagian Fiqih Muamalah
D.     Sumber Dan Prinsip Hukum Fiqih Muamalah
E.      Kaidah-Kaidah Fiqih Muamalah







BAB II
FIQIH MUAMALAH

A.         Pengertian Fiqih Muamalah
fiqih muamalah terdiri atas dua kata, yaitu fiqih dan muamalah. Agar definisi fiqih muamalah lebih  jelas, terlebih dahulu akan di uraikan sekilas tentang pengertian fiqih
1.      fiqh
menurut etimologi(bahasa) fiqih adalah  ( ا لفهم ) paham, seperti pernyataan : (فقهت اللا ر س ) saya paham pelajaran itu.
Menurut terminologi, fiqh pada mulanya berarti pengetahuan keagamaan yang mencakup seluruh ajaran agama, baik berupa akidah, akhlak, maupun amaliah (Ibadah) , yakni sama dengan arti syari’ah islamiyah.  Namun, pada perkembangan selanjutnya, fiqh di artikan bagiah dari syari’ah islamiyah, yaitu pengetahuan tentang hukum syari’ah yang berkaitan dengan perbuatan manusia yang telah dewasa dan berakal sehat yang diambil dari dalil-dalil yang terinci.
Kesimpulan : Fiqh itu ialah ilmu yang menerangkan hukum-hukum syari’at Islam yang diambil dari dalil-dalilnya yang terperinci
2.      muamalah
menurut etimologi, kata muamalah ( المعا مله )  adalah bentuk masdar dari kata amala ( عا مل -  يعا مل -  معا مله )  wajarnya adalah )  فا عل – يفا عل – مفا عله) yang artinya saling bertindak, saling berbuat, dan saling beramal.
3.  pengertian fiqih muamalah 
Fiqih Mumalah adalah pengetahuan tentang kegiatan atau transaksi yang berdasarkan hukum-hukum syariat, mengenai perilaku manusia dalam kehidupannya yang diperoleh dari dalil-dalil islam secara rincitrans[1]
B.          Ruang Lingkup Fiqih Muamalah
1.      ruang lingkup  muamalah adabiyah
hal-hal yang termasuk ruang lingkup muamalah adabiyah adalah ijab dan kabul, saling meridai, tidak ada keterpaksaan dari salah satu pihak, hak dan kewajiban, kejujuran pedagang, penipuan, pemalsuan, penimbunan, dan segala sesuatu yang bersumber dari indera manusia yang ada kaitannya dengan peredaran harta.
2.      Ruang lingkup muamalah madiyah
a.                   Jual beli
b.                  Gadai
c.                   Jaminan dan tanggungan
d.                  Pemindahan utang
e.                   Sewa menyewa
f.                    Upah
g.                   Gugatan
h.                   Sayembara
i.                     perkongsian
j.                    Pembagian harta waris/kekayaan bersama dll[2]

Kesimpulan : Ruang lingkup fiqih muamalah adalh seluruh kegiatan muamalah manusia berdasarkan hukum-hukum islam yang berupa peraturan-peraturan yang berisi perintah atau larangan seperti wajib,sunnah,haram,makruh dan mubah. hukum-hukum fiqih terdiri dari hukum-hukum yang menyangkut urusan ibadah dalam kaitannya dengan hubungan vertical antara manusia dengan Allah dan hubungan manusia dengan manusia lainnya.

C   Pembagian Fiqh Muamalah
Penetapan pembagian fiqih muamalah yang dikemukakan ulama fiqih sangat berkaitan dengan definisi fiqih muamalah yang mereka buat, yaitu dalam arti luas atau dalam arti sempit. Ibn abidin, salah seorang yang mendefinisikan fiqih muamalah  dalam arti luas, membaginya menjadi lima bagian :
1.      muawadhah maliyah ( hukum kebendaan )
2.      munakahat ( hukum perkawinan )
3.      muhasanat ( hukum acara )
4.      amanat dan ‘aryah ( pinjaman)
5.      tirkah ( harta peninggalan )[3]

D.    Sumber Dan Prinsip Hukum Fiqih Muamalah
1.   Sumber-Sumber Fiqih Muamalah
Sumber-sumber fiqih secara umum berasal dari dua sumber utama, yaitu dalil naqli yang berupa Al-Quran dan Al-Hadits, dan dalil aqli yang berupa akal (ijtihad). Penerapan sumber fiqih islam ke dalam tiga sumber, yaitu Al-Quran, Al-Hadits dan ijtihad.
a.       Al Qur’an
Al-Quran adalah kitab Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW dengan bahasa arab yang memiliki tujuan kebaikan dan perbaikan manusia, yang berlaku di dunia dan akhirat. Al-Quran merupakan referensi utama umat islam, termasuk di dalamnya masalah hukum dan perundangundangan.
Sebagai sumber hukum yang utama, Al-Quran dijadikan patokan pertama oleh umat islam dalam menemukan dan menarik hukum suatu perkara dalam kehidupan.
Ayat Al Qur’an yang membahas tentang Muamalah ini bisa kita lihat pada surat QS. Al-Baqarah: 188:
Ÿ Ÿwur (#þqè=ä.ù's? Nä3s9ºuqøBr& Nä3oY÷t È@ÏÜ»t6ø9$$Î (#qä9ôè?ur !$ygÎ n<Î) ÏQ$¤6çtø:$# (#qè=à2ù'tGÏ9 $Z)ƒÌsù ô`ÏiB ÉAºuqøBr& Ĩ$¨Y9$# ÉOøOM}$$Î óOçFRr&ur tbqßJn=÷ès? ÇÊÑÑÈ  
188. dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui.
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãYtB#uä Ÿw (#þqè=à2ù's? Nä3s9ºuqøBr& Mà6oY÷t È@ÏÜ»t6ø9$$Î HwÎ) br& šcqä3s? ¸ot»pgÏB `tã <Ú#ts? öNä3ZÏiB 4 Ÿwur (#þqè=çFø)s? öNä3|¡àÿRr& 4 ¨bÎ) ©!$# tb%x. öNä3Î $VJŠÏmu ÇËÒÈ  
29. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
b.      Al Hadits
Al-Hadits adalah segala yang disandarkan kepada Rasulullah SAW, baik berupa perkataan,perbuatan,maupun ketetapan. Al-Hadits merupakan sumber fiqih kedua setelah Al-Quran yang berlaku dan mengikat bagi umat islam.
c.       Ijma dan Qiyas
Ijma’ adalah kesepakatan mujtahid terhadap suatu hukum syar’i dalam suatu masa setelah wafatnya Rasulullah SAW. Suatu hukum syar’i agar bisa dikatakan sebagai ijma’, maka penetapan kesepakatan tersebut harus dilakukan oleh semua mujtahid, walau ada pendapat lain yang menyatakan bahwa ijma’ bisa dibentuk hanya dengan kesepakatan mayoritas mujtahid saja. Sedangkan qiyas adalah kiat untuk menetapkan hukum pada kasus baru yang tidak terdapat dalam nash (Al-Qur’an maupun Al-Hadist), dengan cara menyamakan pada kasus baru yang sudah terdapat dalam nash.

2.   Prinsip Hukum Fiqih Muamalah
Sebagai sistem kehidupan, Islam memberikan warna dalam setiap dimensi kehidupan manusia, tak terkecuali dunia ekonomi. Sistem Islam ini berusaha mendialektikkan nilai-nilai ekonomi dengan nilai akidah atau pun etika. Artinya, kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh manusia dibangun dengan dialektika nilai materialisme dan spiritualisme. Kegiatan ekonomi yang dilakukan tidak hanya berbasis nilai materi, akan tetapi terdapat sandaran transendental di dalamnya, sehingga akan bernilai ibadah. Selain itu, konsep dasar Islam dalam kegiatan muamalah juga sangat konsen terhadap nilai-nilai humanisme. Di antara kaidah dasar dan hukum fiqh muamalah adalah sebagai berikut :
1.      Hukum asal dalam muamalat adalah mubah
2.      Konsentrasi Fiqih Muamalah untuk mewujudkan kemaslahatan
3.      Meninggalkan intervensi yang dilarang
4.      Menghindari eksploitasi
5.      Memberikan toleransi dan tanpa unsur paksaan
6.      Tabligh, siddhiq, fathonah amanah sesuai sifat Rasulullah


E.     Kaidah-Kaidah Fiqih Muamalah
1.       
الأَصْلُ فِي المُعَامَلَةِ الإِبَاحَةُ الاَّ أَنْ يَدُ لَّ  دَلِيْلٌ عَلىَ تَحْرِيْمِهَا

“Hukum asal  semua bentuk muamlah adalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang Mengharamkannya.”
            Maksud kaidah ini adalah bahwa dalam setiap muamalah dan transaksi, pada dasarnya boleh, seperti jual beli, sewa menyewa, gadai, kerja sama (mudharabah dan Musyarakah), perwakilan, dan lain-lain. Kecuali yang tegas-tegas diharamkan seperti mengakibatkan kemudaratan, tipuan, judi, dan riba[4]
2.       
الأَصْلُ فِي العَقْدِ رِضَي المُتَعَاقِدَ يْنِ وَنَتَيْجَتُهُ مَا إِلتَزَمَاهُ بِااتَّعَا قُدِ

“Hukum asal dalam transaksi adalah keridhaan Kedua belah pihak yang Berakad, hasilnya adalah berlaku sahnya yang dilakukan.”
            Keridhaan dalam transaksi adalah merupakan prinsip. Oleh karena itu, transaksi barulah sah apabila didasarkan kepada keridhaan kedua belah pihak. Artinya. Tidak sah suatu akad apabila salah satu pihak dalam keadaan terpaksa atau dipaksa atau juga merasa tertipu. Bisa terjadi pada waktu akad sudah saling meridhai, tetapi kemudian salah satu pihak merasa tertipu, artinya hilang keridhaannya, maka akd tersebut bisa batal. Contohnya seperti pembeli yang merasa tertipu karena dirugikan oleh penjual karena barangnya terdapat cacat.
Ungkapan yang lebih singkat dari Ibnu Taimiyah:

الأَصْلُ فِي العُقُودْ رِضَا المُتَعَاقِدَ يْنِ

“Dasar dari akad adalah keridhaan kedua belah pihak.”
3.       
لاَ يَجُورُ لِأَحَدِ أَنْ يَتَصَرَّفَ فِي مِلْكِ غَيْرِهِ بِلاَ إِذْ نِهِ

“Tiada seorang punboleh melakukan tindakan hukum atas milik orang lain tanpa izin si pemilik harta.”
Atas dasar kaidah ini, maka si penjual haruslah pemilik barang yang di jual atau wakil dari pemilik barang atau yang yang diberi wasiat atau wakilnya. Tidak ada hak orang lain pada barang yang dijual[5]
4.       
البَا طِلُ لاَ يَقْبَلُ الإِجَازَةَ

“Akad yang batal tidak menjadi sah karena dibolehkan.”
 Akad yang batal dalam hukum islam dianggap tidak ada atau tidak pernah terjadi. Oleh karena itu, akad yang batal tetap tidak sah walaupun diterima oleh salah satu pihak. Contohnya, bank syariah tidak boleh melakukan akad dengan lembaga keuangan lain yang menggunakan sistem bunga, meskipun sistem bunga dibolehkan oleh pihak lain, karena sistem bunga sudah dinyatakan haram oleh Dewan Syariah Nasional. Akad baru sah apabila lembaga keuangan itu mau mengunakan akad-akad yang diperlakukan pada bank syariah, yaitu akad-akad atau transaksi tanpa menggunakan sistem bunga.
5.       
الإِجَازَةُ اللاَحِقَةِ كَالوِ كَالَةِ السَّابِقَةِ

“Izin yang datang kemudian sama kedudukannya dengan perwakilan yang telah dilakukan lebih dahulu.”
 Seperti telah dikemukakan pada kaidah no. 3 bahwa pada dasarnya seseorang tidak boleh bertindak hukum terhadap harta milik orang lain tanpa seizin pamiliknya. Tetapi berdasarkan kaidah diatas, apabila seseorang bertindak hukum pada harta milik orang lain, dan kemudian si pemilik harta mengizinkannya, maka tindakan hukum itu menjadi sah, dan orang tadi dianggap sebagai perwakilan dari si pemilik harta.
6.       
الأَجْرُ وَالضَّمَانُ لاَ يَجْتَمِعَانِ

“Pemberian upah dan tanggung jawab untuk mengggannti kerugian tidak berjalan bersamaan.””
       
Yang disebut dengan dhaman atau ganti rugi dalam kaidah tersebut adalah mengganti dengan barang yang sama. Apabila barang tersebut ada di pasaran atau membayar seharga barang tersebut apabila barangnya tidak ada di pasaran.
Contoh, seorang penyewa kendaraan penumpang untuk membawa keluarganya, tetapi si penyewa menggunakannya untuk membawa barang-barang yang berat yang mengakibatkan kendaraan tersebut rusak berat. Maka, si penyewa harus menganti kerusakan tersebut dan tidak perlu membayar sewaannya[6]
7.       
الجَرَاجُ بِالضَّمَانِ

“Manfaat suatu benda merupakan faktor pengganti kerugian.”
Arti asal al-kharaj adalah sesuatu yang di kkeluarkan baik manfaat benda maupun pekerjaan, seperti pohon mengeluarkan buah atau benda maupun pekerjaan, seperti pohon mengeluarkan buah atau binatang mengeluarkan susu. Sedangkan al-dhaman adalah ganti rugi.
Contonya, seekor binatang dikembalikan oleh pembelinya dengan alasan cacat. Si penjual tidak boleh meminta bayaran atas penggunaan binatang tadi. Sebab, penggunaan binatang tadi sudah menjadi hak pembeli.
8.       
الغَرْمُ بِالغَنْمِ

“Resiko itu menyertai Manfaat.”
Maksudnya adalah bahwa seseorang yang memanfaatkan sesuatu harus menanggung resiko. Biaya notaris adalah tanggung jawab pembeli kecuali ada keridhaan dari penjual untuk ditanggung bersama. Demikian pula halnya, seseorang yang meminjam barang maka dia wajib mengembalikan barang dan resiko ongkos-ongkos pengembaliannya. Berbeda dengan ongkos mengangkut dan memelihara barang, dibebankan kepada pemilik barang.
9.       
إِذَا بَطَلَ الشَّيْئُ بَطَلَ مَافِي ضَمْنِهِ

“Apabila sesuatu akad batal, maka batal pula yang ada dalam tanggunggannya.”
Contohnya, penjual dan pembeli telah melaksanakan akad jual beli. Si pembeli telah menerima barang dan si penjual telah menerima uang. Kemudian kedua belah pihak membatalkan jual beli tadi. Maka, hak pembeli terhadap barang menjadi batal dan hak penjual terhadap harga barang menjadi batal. Artinya si pembeli harus mengembalikan barangnya dan si penjual harus mengembalikan harga barangnnya.
10.   
العَقْدُ عَلَى الأَعْيَانِ كَالعَقْدِ عَلَى مَنَافِعِهَا

“Akad yang objeknya suatu benda tertentu adalah seperti akad terhadap manfaat benda tersebut.”
Objek suatu akad bisa berupa barang tertentu, misalnya jual beli, dan bisa pula berupa manfaat suatu barang seperti sewa-menyewa. Bahkan sekarang, objeknya bisa berupa jasa seperti jasa broker. Maka, pengaruh hukum dari akad yang objeknya barang atau manfaat dari barang adalah sama, dalam arti rukun dan syaratnya sama.
11.   
كُلُّ مَايَصِحُّ تَأْبِيْدُهُ مِنَ العُقُودِ المُعَاوَضَاتِ فَلاَ يَصِحَّ تَوْقِيْتُهُ

“Setiap akad Mu’awadhah yang sah diberlakukan selamanya, maka tidak sah diberlakukan sementara.”
Akad mu’awadhah adalah akad yang dilakukan oleh dua pihak yang masing-masing memiliki hak dak kewajiban, seperti jual beli. Satu pihak (penjual) berkewajiban menyerahkan barang dan berhak terhadap harga barang. Di pihak lain, yaitu pembeli berkewajiban menyerahkan harga barang dan berhak terhadap barang yang dibelinya. Dalam akad yang semacam ini tidak sah apabila dibatasi waktunya, sebab akad jual beli tidak dibatasi waktunya. Apabila waktunya dibatasi, maka bukan jual beli tapi sewa menyewa.[7]
12.   
 الأَمْرُ بِالتَّصَرُّفِ فِي مِلْكِ الغَيْرِ بَاطِلٌ

“Setiap perintah untuk bertindak hukum terhadap hak milik orang lain adalah batal.”
Maksud kaidah ini adalah apabila seseorang memerintahkan untuk bertransaksi terhadap milik orang lain yang dilakukannya seperti terhadap miliknya sendiri, maka hukumnya batal. Contohnya, seorang kepala penjaga keamanan memerintahkan kepada bawahannya untuk menjual barang yang dititipkan kepadanya, maka perintah tersebut adalah batal.
13.   
لاَيَتِمُّ التَّبرُّعث إِلاَّ بِالقَبْضِ

“Tidak sempurna akad tabarru’ kecuali dengan penyerahan barang.”
Akad tabarru’ adalah akad yang dilakukan demi untuk kebajikan semata seperti hibah atau hadiah. Hibah tersebut belum mengikat sampai penyerahan barangnya dilaksanakan.
14.   
الجَوَازُ الشَّرْعِي يَنَافِي الضَّمَانِ  

“Suatu hal yang dibolehkan oleh  syara’ tidak dapat dijadikan objek tuntutan ganti rugi.”
Maksud kaidah ini adalah sesuatu yang dibolehkan oleh syariah baik melakukan atau meninggalkannya, tidak dapat dijadikan tuntutan ganti rugi. Contohnya, si A menggali sumur di tempat miliknya sendiri. Kemudian binatang tetangganya jatuh ke dalam sumur tersebut dan mati. Maka, tetangga tadi tidak bisa menuntut ganti rugi kepada si A, sebab menggali sumur di tempatnya sendiri dibolehkan oleh syariah.[8]
15.   
لاَيُنْزَعُ شَيْءٌمِنْ يَدٍ أَحَدٍ إِلاَّ بِحَقّ ثَابِتِ

“Sesuatu benda tidak bisa dicabut dari tangan seseorang kecuali atas dasar ketentuan hukum yang telah tetap.”
16.   
كُلُّ قَبُولٍ جَائِزٌ أَنْ يَكُوْنَ قَبِلْتُ

“Setiap kabul/penerimaan boleh dengan ungkapan saya telah diterima.”
Sesungguhnya berdasarkan kaidah ini, adalah sah dalam setiap akad jual beli, sewa menyewa, dan lain-lain. Akad untuk menyebut qabiltu (saya telah terima) dengan tidak mengulangi rincian dari ijab. Rincian ijab itu, seperti saya jual barang ini dengan harga sekian dibayar tunai, cukup dijawab dengan “saya terima”.
17.   
كُلُّ شَرْطٍ كَانَ مِنْ مَصْلَحَةِ العَقْدِ أَوْ مِنْ مُقْتَضَاهُ فَهُوَ جَائِزٌ

“Setiap syarat untuk kemaslahatan akad atau diperlukan oleh akad tersebut, maka syarat tersebut dibolehkan.”
Contonya seperti dalan gadai emas kemudian ada syarat bahwa apabila barang gadai tidak ditebus dalam waktu sekian bulan, maka penerima gadai berhak untuk menjualnya. Atau syarat kebolehan memilih, syarat tercatat di notaris.
18.   
كُلُّ مَاصَحَّ الرَّهْنُ بِهِ صَحَّ ضَمَا نُهُ

“Setiap yang sah digadaikan, sah pula dijadikan jaminan.”
19.   
مَاجَازَ بَيْعُهُ جَازَ رَهْنُهُ

“Apa yang boleh dijual boleh pula digadaikan.”
Sudah barang tentu ada kekecualiannya, seperti manfaat barang boleh disewakan tapi tidak boleh digadaikan karena tidak bisa di serah terimakan.
20.   
كُلُّ قَرْضٍ جَرَّ مَنْفَعَةً فَهُوَ رِبَا

“Setiap pinjaman dengan menarik manfaat (oleh Kreditor) adlah sama dengan riba.”
Kadi Abd al-Wahab Al-Maliki dalam kitabnya, al-isyraf, mengungkapnya dengan:
كُلُّ قَرْضٍ جَرَّ نَفْعًا فَهُوَ حَرَامٌ

“Setiap pinjaman dengan menarik manfaat (oleh kreditor) adalah haram.”

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
a.       Pengertian Fiqih Muamalah
Fiqih Mumalah adalah pengetahuan tentang kegiatan atau transaksi yang berdasarkan hukum-hukum syariat, mengenai perilaku manusia dalam kehidupannya yang diperoleh dari dalil-dalil islam secara rincitrans
b.      Ruang Lingkup Fiqih Muamalah
ruang lingkup  muamalah itu terbagi dua yaitu :
1. ruang lingkup muamalah adabiyah
2.Ruang lingkup muamalah madiyah
c.       Pembagian Fiqih Muamalah
Ibn abidin, salah seorang yang mendefinisikan fiqih muamalah  dalam arti luas, membaginya menjadi lima bagian :
1.      muawadhah maliyah ( hukum kebendaan )
2.      munakahat ( hukum perkawinan )
3.      muhasanat ( hukum acara )
4.      amanat dan ‘aryah ( pinjaman)
5.      tirkah ( harta peninggalan )
d.      Sumber Dan Prinsip Hukum Fiqih Muamalah
Sumber-sumber fiqih secara umum berasal dari dua sumber utama, yaitu dalil naqli yang berupa Al-Quran dan Al-Hadits, dan dalil aqli yang berupa akal (ijtihad). Penerapan sumber fiqih islam ke dalam tiga sumber, yaitu Al-Quran, Al-Hadits dan ijtihad.
kaidah dasar dan hukum fiqh muamalah adalah sebagai berikut :
1.      Hukum asal dalam muamalat adalah mubah
2.      Konsentrasi Fiqih Muamalah untuk mewujudkan kemaslahatan
3.      Meninggalkan intervensi yang dilarang
4.      Menghindari eksploitasi
5.      Memberikan toleransi dan tanpa unsur paksaan
6.      Tabligh, siddhiq, fathonah amanah sesuai sifat Rasulullah

B. Kritik dan Saran
Penulis menyadari bahwa sebagai manusia yang memiliki keterbatasan, tentu makalah ini tidak luput dari kekurangan dan kesalahan dari segala sisinya. Oleh karena itu, penulis menerima kritik dan saran dari pembaca, yang tentunya  menjadikan makalah ini menjadi lebih baik. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pambaca dan Allah SWT meridhai hasil makalah ini. Amin Ya Rabbal Alamin.








[1] Rachmat Syafei. Fiqih muamalah. ( bandung: pustaka setia,2001 ). Hlm 13-15
[2] Rachmat syafei. Fiqih muamalah. (bandung : pustaka setia,2001) hal.17-18
[3] Hendi suhendi. Fiqh muamalah. ( jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2011) hal.3
[4] Djazuli, Kaidah-Kaidah Fiqih: Kaidah-Kaidah Hukum Islam dalam Menyelesaikan Masalah-Masalah yang Praktis, (Jakarta: Kencana, 2006), Ed.1, cet.1. h. 128-137.

[5]  Ibid, hal. 129
[6] Ibid, hal. 130
[7] Ibid, hal. 133
[8] ibid, hal. 135.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar